Rabu, 21 April 2010

Minato_Kushina_Love_Story chapter 2

Kushina and Minato Story
Chapter II
Terlepas dari sifatnya yang dingin, Kushina sudah benar-benar tumbuh sebagai seorang perempuan. Rambutnya yang merah panjang tergerai bebas dan matanya yang seperti zamrud hijau berkilau ditimpa matahari (kesilauan dong!). Dadanya yang sudah mulai tumbuh membuat Minato harus berkali-kali menyeret gurunya keluar dari atau dekat onsen ketika Kushina sedang berada di dalam onsen. Tapi atas semua usaha Minato menjauhkan Kushina dari pelecehan yang (akan) dilakukan Jiraiya, Kushina hampir tidak pernah menatapnya dan hanya bicara jika diperlukan.
Ketika Jiraiya meninggalkan mereka berdua untuk pergi mencari informasi, Minato mengambil kesempatan itu untuk berbicara pada Kushina.
"Kushina chan.." ucap Minato perlahan.
Kushina berlaku seakan-akan tidak ada suara, memalingkan mukanya dan berdiri menuju pintu untuk pergi keluar. Minato menarik tangannya. Berusaha agar ia tetap duduk di tempatnya.
Kushina menatapnya dengan tatapan sedingin es. "Lepaskan,"desisnya.
"Tidak sampai kau mendengarku berbicara," balas Minato dengan nada kuat yang tidak ingin dibantah.
Kushina mengibas-ngibaskan tangannya. Berusaha lepas dari cengkraman Minato. "Apa maumu?" tanyanya dingin.
Minato menelan ludah. Membaca ekspresi jijik di wajah Kushina. "Aku mau.. Minta maaf…"
"Minta maaf??" Kushina tertawa menghina. Setelah puas tertawa wajahnya kembali dingin, "Sudah terlambat."
Kushina mengibaskan tangannya sekali lagi dan berhasil melepaskan diri dari cengkramannya. Kushina langsung setengah berlari menuju pintu, tetapi dia kurang cepat. Minato sudah berhasil menangkapnya lagi dan menahannya di dinding.
"Aku tidak akan melepaskanmu sampai kau mau memaafkanku,"ancam Minato.
Kushina tertawa hambar, "Jadi ini caramu meminta maaf? Kau sangat mirip gurumu dalam hal ini. Mesum," mendengar kata yang terakhir, wajah Minato merah padam sampai ke telinganya.
"Ba.. Baiklah.. Aku akan melepaskanmu.. Tapi berjanjilah jangan pergi.."Minato perlahan melepas tangannya. Kushina memalingkan mukanya dan berusaha untuk kabur lagi, tapi Minato cukup cepat untuk memasang segel di pintu dan jendela agar Kushina tidak bisa kabur. Kushina tidak punya pilihan selain mengikuti kemauan Minato.
"Baiklah. Aku mendengarkan," Kushina berbalik dan menghadap Minato, meski masih tetap tidak ingin memandang wajahnya.
"Mmm.. Baiklah.. Aku minta maaf.." ujar Minato perlahan, "Kau benar.. sudah terlambat.. Sudah banyak waktu yang kusia-siakan.. Aku seharusnya minta maaf padamu lebih cepat.. Aku ingin sekali melakukannya, tetapi kau selalu saja pergi menjauh. Terlebih lagi ketika kita sudah mendapat tim dan misi masing-masing.. Aku sangat sibuk.." Minato menggaruk kepalanya dan merasa pandangan Kushina makin dingin. "Aku tahu kau marah dan membenciku.. Aku tahu… Begitu juga Fugaku dan aku.. Kami berdua bertengkar hebat setelah insiden itu dan kami hampir tidak pernah berbicara lagi satu sama lain… Kecuali beberapa bulan yang lalu.. Fugaku datang padaku dan meminta maaf. Ia memintaku agar bersahabat lagi dengannya. Tapi aku tidak bisa…" Minato mendesah. Menatap Kushina dengan tulus dan dalam, "Aku tidak bisa berbaikan lagi dengannya sebelum aku meminta maaf dan berbaikan lagi denganmu… Aku tidak bisa.."
Hening beberapa saat.
"Apa cuma itu saja yang mau kau katakan?" Tanya Kushina memecah kesunyian.
Minato menelan ludah. "Ya.." jawabnya sambil berusaha menatap Kushina pelan-pelan, "Jadi, kau memaafkanku?"
Kushina menjawabnya dengan menghancurkan dinding kamar dan pergi begitu saja.
Meski demikian,Kushina mulai membuka mulut untuk berbicara. Meski perlahan, Minato merasakan kalau Kushina mulai memaafkannya. Kushina mulai mau untuk banyak berbicara dan berbincang-bincang dengan Minato dan Jiraiya.
Mereka pergi ke kota lain beberapa hari setelah permintaan maaf Minato pada Kushina. Sesampainya mereka di penginapan, sesaat setelah Kushina masuk ke kamar, Jiraya bertanya pada Minato.
"Apa yang kau lakukan?"
"Melakukan apa? Aku tidak melakukan apa-apa," jawab Minato dengan terkejut. Bingung dengan pertanyaan gurunya.
"Membuatnya bicara.. Membuatnya tersenyum.. Aku baru sekali melihatnya tersenyum dalam perjalanan kita setelah aku meninggalkanmu berdua dengannya," Jiraiya nyengir, muka mesum mode on, "Jadi, apa yang kalian berdua lakukan?"
Minato mengerti maksud gurunya, "Kami tidak melakukan apa-apa!Aku hanya minta maaf.. itu saja.." Wajah Minato mulai memerah.
Jiraiya tergelak dan mengeluarkan sebuah buku dari dalam jaketnya. "Aku rasa ini bisa membantumu. Nah, selamat malam Minato," Jiraiya pergi ke dalam kamarnya begitu saja sambil tertawa. Meninggalkan Minato yang masih bingung di koridor dan buku yang berjudul "1001 cara menggaet Kunoichi" di tangan Minato.
Keesokan paginya Minato bangun terlalu pagi karena masih penasaran dengan maksud gurunya memberikan buku "1001 cara menggaet Kunoichi" tersebut. Dia membaca buku tersebut di beberapa bagian tapi masih belum mengerti apa maksudnya. Jadi ia membiarkan buku itu tergeletak disebelah tempat tidurnya. Ia mengambil handuk dan berniat pergi ke onsen untuk mandi. Saat ia menutup pintu kamarnya di koridor dia berpapasan dengan Kushina.
"Hei Minato kun! Selamat pagi!" sapa Kushina ceria. Kushina mengenakan yukata onsen dan rambutnya masih basah. Jelas sekali ia baru selesai mandi. Minato yang melihat pemandangan pagi hari itu mendadak mukanya merah. Kushina mendekatinya dan memegang keningnya.
"Mukamu merah.. Apa kau sakit? Atau mabuk?" Tanya Kushina polos.
"A.. Aku.. tidak apa-apa.." jawab Minato gelagapan."Nng.. Ah, kau tidak mengeringkan rambutmu? Rambutmu masih basah. Kau bisa masuk angin.."Minato berusaha mengalihkan perhatian.
Kushina melihat rambutnya. "Ah ya.. Benar juga.. Kalau begitu sampai nanti Minato kun.." kata Kushina ceria seraya melambaikan tangan dan masuk ke kamarnya.
Minato diam di koridor. Mukanya masih merah.
Kali ini giliran Kushina yang pergi keluar. Mencari informasi. Jiraiya mengajak Minato minum di bar setempat (siang2 udah mabok??).
Minato menuang sake di cangkir Jiraiya. "Jadi, apa maksud guru memberiku buku itu?" Tanya Minato.
"Hm? Buku apa?" Jiraiya langsung menengak sake yang dituangkan Minato untuknya.
"Buku "1001 cara menggaet Kunoichi"," kali ini berganti Minato yang minum. "Aku sudah membacanya beberapa kali, tapi aku masih tetap belum mengerti apa maksud guru."
Jiraiya tertawa terbahak-bahak, "Minato.. Aku tahu kau ini jenius.. Tidak ada ninja sepandai dan seberbakat kau dalam beberapa periode terakhir ini… Tapi tak kusangka, kau lemah dalam hal ini.." Jiraiya menuang sake ke cangkirnya sendiri.
"Lemah dalam hal apa?" Minato mengernyitkan kening.
Jiraiya memandang Minato seperti ingin tertawa lagi, "Percintaan."
Muka Minato memerah. Bingung. "Apa maksud guru?Aku…"
Jiraiya tertawa, "Kau mencintainya.. Aku tahu itu," Jiraiya kembali minum. "Bahkan ketika kau sedang tidak bersamanya aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu. Selama ini aku mencari tahu apa yang kau pikirkan.. Ternyata dialah jawabannya.."
Minato cengo. Bengong aja dengan mulut terbuka (untung laler gak masuk).
"Aku.. Aku tidak.." sergah Minato.
"Oh ya, kau mencintainya. Jangan coba menipuku," Jiraiya kembali menuang sake, "Aku sudah sangat berpengalaman dalam hal ini, kau tahu? Kau tidak akan bisa menipuku. Dan jangan coba menipu dirimu sendiri. Itu bukan hal yang bagus," Jiraiya menenggak minumannya.
Setelah itu Minato hanya terdiam dan Jiraiya pun mengubah topik pembicaraan.
Setelah pergi selama sebulan, misi mereka pun selesai.
Minato, yang setelah diberitahu Jiraiya, bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Benarkah ia mencintai Kushina? Memang, Kushina adalah satu-satunya orang yang dekat dengannya yang gendernya wanita, tapi itu bukan berarti dia mencintainya kan?
Minato memberitahu Jiraiya akan pemikirannya ini.
Jiraiya mengernyit sedikit, "Aku sudah memberi tahumu. Jangan menipu dirimu sendiri. Itu bukan hal yang bagus."
Tapi Minato tetap merasa tidak yakin sementara Jiraiya memikirkan suatu dikepalanya
"Kau akan kutugaskan untuk membawa anak didik dalam misimu. Kau akan melatih mereka," perintah Sarutobi singkat.
"Anak didik?" Tanya Minato tidak percaya, "Tapi aku.."
"Aku mohon padamu Minato, timmu bukan tim biasa," ujar Sarutobi seraya menyerahkan kertas data anggota tim Minato. Salah satu dari kertas itu lusuh dan mulai kekuningan. Kertas lama tampaknya, batin Minato bingung. Minato melihat data di kertas lusuh tersebut.
Nama: Kakashi Hatake.
Umur: 10 tahun.
Status: Chuunin.
Minato mengangkat alis membaca data tersebut dan beralih melihat kertas yang lainnya.
Nama: Uchiha Obito.
Status: Genin.
Uchiha? Apa dia anak Fugaku? Batin Minato dalam hati. Tetapi saat melihat foto Obito, Minato merasa yakin bahwa Obito bukanlah anak Fugaku. Minato melirik ke kertas terakhir.
Nama: Rin.
Status: Genin.
Minato mengalihkan pandangannya dari kertas itu ke Sandaime sama.
"Hatake eh? Anak Sakumo san kah?" Tanya Minato.
"Ya, kau benar," Sarutobi menghela napas, "Dan anak ini agak bermasalah..Dia terobsesi untuk menjadi kuat setelah kematian ayahnya.. dia sangat mengidolakan ayahnya.. Dan itulah yang menyebabkannya agak sulit bersosialisasi…"Sarutobi menatap Minato dengan serius.
"Aku mengerti… Jadi tugasku lah untuk membuatnya bisa bersosialisasi dengan anggota timnya. Benar?" Tanya Minato.
"Ya, kau benar sekali. Hanya kaulah yang kupercayai untuk mengurus tim ini.. Aku sangat berharap padamu Minato."
Minato tidak dapat mengelak lagi.
Minato keluar gedung Hokage sambil menenteng data anggota timnya yang baru dan memikirkan apa yang akan ia lakukan pada Kakashi. Saat itulah ia berpapasan dengan Jiraiya.
"Hei, Minato!" sapa Jiraiya.
"Ah, sensei," balas Minato.
"Apa itu? Apa itu kertas data anggota timmu?" Tanya Jiraiya tertarik sambil berusaha melirik isi kertasnya.
"Eh? Ya.. Begitulah," jawab Minato.
"Oh, Hatake Kakashi.. Anak Sakumo ya? Ya.. Ganbatte ne Minato kun! Berusahalah membuatnya bisa beradaptasi. Kurasa kau pasti butuh waktu yang lama. Apalagi dengan misi-misimu. Sampai jumpa," ujar Jiraiya sambil berjalan pergi lagi dan melambai dengan punggungnya. Tampak tertawa-tawa kecil dibelakang Minato. Minato punya perasaan gurunya yang satu inilah yang membuatnya mendapat tim seperti ini.
CHAPTER II END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar