Rabu, 21 April 2010

Minato_Kushina_Love_Story chapter 3

Kushina and Minato Story
Chapter III
Membuat Kakashi sanggup beradaptasi dengan anggota timnya ternyata lebih susah ketimbang harus mindahin patung batu wajah Hokage ke tengah kota. Minato sudah mencoba segala cara yang ia tahu. Ia sudah mencoba melakukan tes dengan bel sebagaimana ia waktu genin dulu untuk membuat Kakashi mau bekerja sama dengan anggota timnya. Dan cara itu gagal. Ia hampir menyerah dan teringat akan Kushina. Akan senyumnya yang terakhir kali ditunjukkan Kushina padanya. Terakhir kali mereka bertemu adalah beberapa hari yang lalu, setelah menyelesaikan misi. Saat itulah Kushina pertama kali bertemu dengan anak-anak didiknya.
Saat itu sore yang hangat dimusim gugur. Angin tidak terlalu kencang saat itu karena musim gugur baru dimulai. Mereka, tim Minato, baru kembali dari misi. Minato berniat mentraktir mereka semua di Ichiraku sebagai perayaan atas berhasilnya misi mereka. Semua anak didiknya menyambut dengan gembira.
Betapa terkejutnya Minato saat tahu Kushina juga sedang makan disana.
"Kushina?" sapa Minato terkejut.
"Mngh..Mhinatho?" balas Kushina yang mulutnya masih penuh dengan ramen.
"Siapa dia?" Tanya Kakashi.
"Sensei kenal ya?" Tanya Rin.
"Aku tahu! Pasti pacar sensei!" kata Obito dengan semangat 45 saking yakinnya.
Minato mukanya mulai bersemu gara-gara dugaan Obito. Kushina keselek. Minato buru-buru bantuin Kushina minum. Setelah keadaan Kushina lebih baik, Minato menatap Obito dengan kuping merah, tapi sebelum Minato sanggup mengatakan apapun, Kushina sudah keburu berbicara. "Kami cuma teman biasa," jelas Kushina datar, yang menyebabkan Minato mendadak merasa lemas tanpa tahu alasannya.
Tapi anggota tim Minato yang udah merasa mereka ada apa-apanya(kecuali Kakashi yang nggak peduli) langsung mengambil bangku yang agak jauh dari Kushina supaya sensei merekalah yang duduk di disebelah Kushina. Dengan tampang terpaksa tapi hati riang tanpa sebab, Minato duduk di sebelah Kushina.
"Jadi bagaimana misi kalian?" Tanya Kushina ramah sambil menyeruput sisa ramennya di dasar kuah.
"Yaah.. Kami baru saja menyelesaikannya," jawab Minato singkat sambil menatap ramennya. Mengabaikan cekikikan Obito dan Rin disebelahnya. "Misimu sendiri bagaimana?"
"Aku menyelesaikannya. Seperti biasa," jawab Kushina acuh tak acuh. "Ngomong-ngomong, kau melihat Jiraiya sensei tadi?" Tanya Kushina.
"Tidak," jawab Minato bingung, "Memangnya ada apa?"
Wajah Kushina mendadak pucat dan marah. "Damn! Dia meninggalkanku sendirian dengan semua tagihan ini!!" dia menatap mangkuknya dan tiga tumpuk mangkuk disebelahnya. Kushina memasukkan tangannya ke kantong bajunya. Mendadak wajahnya menjadi semakin pucat dan dia meraba-raba seluruh tubuhnya. Menatap ke bawah meja. Mencari sesuatu.
"Ada apa? Ada yang salah?" Tanya Minato sambil sedikit menaikkan alis.
"Dompetku!!! Aku ingat menaruhnya di kantongku.. Tetapi.." Kushina menghentikan suaranya ditengah-tengah. Wajahnya tampak shock sekaligus bengong.
Minato dalam hati tertawa melihat ekspresi lucu Kushina.
"Ero sensei brengseeekkkkkkkkk!!!!!!!!!!! Dia pasti mengambil dompetku tadi!!!!!!" teriak Kushina panik.
"Jadi dengan apa kau mau membayar?" Tanya Teuchi, sang pemilik Toko Ramen dengan tajam. Membuat Kushina gugup.
"Eh.. Anu.. Itu…"
"Biar aku yang membayarnya," tawar Minato. Kushina dan Teuchi menatapnya berbarengan.
"Baiklah kalau begitu," kata Teuchi lega.
"Tapi Minato kun.." sergah Kushina. Minato menghentikan sergahan Kushina dengan tatapannya. "Aku akan mentraktirmu sekali ini," kata Minato sambil tersenyum. "Tapi tunggu aku selesai menghabiskan ini semua."
Akhirnya mereka selesai makan dan para murid Minato cepat-cepat pulang. Rin dan Obito sampai menggaet tangan Kakashi dan menariknya pergi. Hal yang tidak perlu karena sebenarnya Kakashi sendiri emang mau pulang. Minato merasa bahwa murid-muridnya telah dilatih khusus dalam hal ini dan berkomplot dengan Jiraiya sensei untuk mencomblangkan dirinya dengan Kushina. Tapi dibalik itu semua, ia berterima kasih.
Minato menawarkan dirinya untuk mengantar Kushina pulang dan diterima Kushina dengan senang hati.
Mereka berbincang-bincang di perjalanan pulang. Sungguh menyenangkan rasanya melihatnya tersenyum dan bercanda seperti waktu dulu mereka masih anak-anak, setelah sekian lama tidak berbicara dengannya akibat insiden dengan Fugaku.
"Jadi.. Bagaimana.. dengan Fugaku?" Tanya Kushina.
"Aku mendatanginya segera setelah misi kita selesai. Untuk memberi tahunya bahwa kita telah berbaikan. Fugaku tampak acuh tak acuh saat aku menyebut namamu, tapi tampaknya ia telah instropeksi diri dan tidak terlalu anti terhadapmu," jawab Minato.
Kushina menaikkan alis, "Mengagumkan. Setelah aku merobohkannya sedemikian rupa?"
Mereka berdua tertawa.
"Sensei!!" teriak Obito. Membuat Minato tersentak dalam lamunannya.
"Sensei memikirkan siapa sampai bengong begitu? Kushina neechan ya?" Tanya Rin.
Minato tampak gugup. Rin dan Obito tertawa selagi Kakashi hanya mendengus.
"Ayo, kita pergi sensei. Sudah waktunya kita melakukan misi kita," ucap Kakashi formal. Mereka pun pergi keluar desa Konoha.
Minato tidak menyangka harus dengan cara ini.
Langit kelabu diatas kepala mereka, menandakan akan turunnya hujan.
Harus dengan cara inikah?batin Minato sedih. Ia tahu bahwa ada sebab ada akibat. Kau memberi maka kau menerima. Semua saling berkesinambungan. Tapi haruskah?
Hujan turun membasahi badan mereka. Satu persatu pelayat pulang. Meninggalkan batu nisan peringatan ninja yang tewas saat perang dengan kacamata oranye betengger di depannya.
Aku MEMANG ingin Kakashi dapat berbaur dengan timnya. Tapi tidak dibayar dengan ini.
Tidak dengan kematian Obito.
Minato merasakan tepukan dibahunya dan menoleh.
Kushina.
Dengan baju hitam tanda berkabung. Menyiratkan wajah sedih yang tulus.
"Kau mau kuantar pulang?" tanyanya.
Minato mengangguk. Dia tidak ingin sendiri untuk sekarang ini.
"Dia anak yang baik.. Obito itu.." ujar Kushina prihatin dalam perjalanan pulang.
"Sangat.." jawab Minato. Ia menatap Kushina dan mengingat semua yang telah dilakukan Obito untuknya dan Kushina. Minato tidak ingin mengecewakan Obito atas usahanya mendekatkan dirinya dengan Kushina, maka Minato pun membulatkan tekad.
Mereka sampai di depan pintu apartemen Minato ketika Minato menawarkan Kushina untuk mengeringkan diri di tempatnya.
Kushina sebenarnya sangat ingin menolak, tapi tak sampai hati melihat kesedihan Minato yang kehilangan muridnya. Maka ia pun melangkah masuk ke apartemen Minato.
Minato melemparkan pakaian kearah Kushina. "Itu bajuku yang paling kecil. Pakailah. Kau harus berganti pakaian kalau kau tidak mau sakit," Minato mendesah, "Setidaknya.. Obito pasti tidak ingin kau sakit.."pintanya.
Minato pun masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu. Membiarkan Kushina mengambil waktu pribadinya.
Meski Minato bilang itu bajunya yang paling kecil, tetap saja baju itu masih agak sedikit kekendoran di badan Kushina. Minato mengetuk pintu dan bertanya pada Kushina apa ia sudah selesai dan Kushina menjawab ya.
Bagi Kushina, inilah pertama kalinya ia melihat Minato dengan pakaian bebas, dengan tidak mengacuhkan masa kecil mereka berdua tentunya. Kushina sekarang sadar bahwa mereka telah tumbuh dewasa. Mereka bukan anak-anak lagi. Jantungnya berdegup kencang saat Minato melangkah dan duduk disampingnya. Melingkarkan tangannya pada pinggulnya. Kushina bergerak perlahan kearah dada Minato untuk menyender disana.
Setelah hening beberapa saat. Dengan jantung berdua yang berdegup kencang, Minato memberanikan dirinya untuk mendekatkan mulutnya ke telinga Kushina.
"Aku mencintaimu," bisiknya. Telinganya terasa panas saat mengatakan ini.
Kushina, yang merasakan perasaan yang sama, menjawab dengan malu-malu, "Ya."
"Maukah kau menikah denganku?"
Hening beberapa saat.
"Ya," jawab Kushina.
Mereka menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan dan menonton festival, sampai pada suatu hari Kakashi memberi tahu Minato bahwa ia dipanggil Hokage sama ke kantornya.
Tok-tok-tok
"Masuk," perintah Sarutobi.
"Hokage sama, ada apa?" Tanya Minato.
"Rupanya kau Minato, duduklah," ujarnya mempersilakan. "Minato, kau tahu bahwa desa kita membutuhkan seorang pemimpin. Dan aku sudah tidak muda lagi. Orochimaru menunjukkan tanda-tanda bahwa ia akan berkhianat pada Konoha, sehingga aku tidak dapat mempercayainya untuk menanggung tanggung jawab ini," Sarutobi menghentikan kata-katanya di tengah-tengah.
"Lalu?" Tanya Minato.
Sarutobi menghela napas, "Aku tahu ini berat untukmu. Kau masih sangat muda.. Sangat," Sarutobi menatapnya dengan lembut, "Kau masih berumur 23 tahun.. Tapi aku ingin kau menampuk tanggung jawab ini. Aku ingin kau menjadi Hokage Keempat."
Hening sejenak.
"Hokage sama, aku.." sergahan Minato keburu dipotong Sarutobi, "Minato, kau tahu bahwa berkat timmu lah desa kita mendapat kemenangan atas peperangan dan berhasil menandatangani perjanjian damai, meski harga yang dibayar sangat mahal," ucapan Sarutobi membuka kembali lubang hitam dalam hati Minato. Dukanya mengenai Obito.
"Kumohon kau mau mengambil tanggung jawab ini. Aku tidak akan memintamu memutuskannya sekarang. Jadi berpikirlah dengan bijaksana. Kau boleh pulang sekarang."
Minato memberi tahu Kushina apa yang diminta Sarutobi darinya.
"Dan kau berusaha menghindar???" Tanya Kushina terkejut. Minato memeluk Kushina lebih kencang di sofa merah-putih. Yup, mereka sedang ada di apartemen Kushina yang sangat Indonesiawi sekali. (Hidup Indonesiaaaa!!!! Author norak teriak pake semangat 45)
"Aku.. Tidak yakin..."Minato ragu-ragu, "Menanggung nyawa semua penduduk.. Keselamatan mereka.. Aku.."
"Minato! Separuh dari shinobi dan kunoichi di Konoha rela menumpahkan darah di antara sesama mereka hanya demi ada di posisimu sekarang dan kau menolaknya?!?!?" Kushina hampir teriak saking histerisnya.
"Aku mau begitu.. tapi Sarutobi san memintaku untuk berpikir.." bela Minato.
"Baik. Berpikirlah," perintah Kushina.
Minato diam beberapa saat. Berpikir.
"Aku mau jadi Hokage asal kita menikah besok," jawab Minato sambil tersenyum lebar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar